Palu, Lintaanews5terkini.com – Penyidik Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Polres Buol selesaikan penyidikan kasus dugaan pelanggaran Pilkada 2024 yang dilakukan relawan salah satu pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Buol.
Kasus dugaan money politic yang ditangani memasuki babak baru setelah Kejaksaan Negeri Buol menyatakan berkas perkara dengan tersangka SR (55) dinyatakan lengkap atau P.21
Kabidhumas Polda Sulteng melalui Kasubbid Penmas AKBP Sugeng Lestari mengatakan, hari ini penyidik Gakkumdu Polres Buol melimpahkan tersangka dan barang bukti kepada pihak Kejaksaan Negeri Buol.
“Kasus dugaan Money Politic dengan tersangka SR (55) sudah P.21 dan hari ini telah dilimpahkan tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada Kejari Buol” kata AKBP Sugeng Lestari di Palu, Kamis (27/11/2024)
Dengan demikian kasus pelanggaran Pilkada 2024 yang teregistrasi dalam laporan polisi nomor : LP/B/435/X/2024/SPKT/Polres Buol/Polda Sulteng dengan terlapor inisial SR dinyatakan selesai proses, ungkapnya
“Kasus ini terjadi tanggal 21 Oktober 2024 di Desa Tongon, Kec. Momunu, Kab. Buol, di rumah saudara SR (55 ), Pekerjaan tani. Ia adalah seorang relawan salah satu paslon Bupati dan Wakil Bupati Buol pada Pilkada 2024 ini,” jelas AKBP Sugeng Lestari
SR sebut Sugeng, atas inisiatifnya memberikan bibit kakao berusia 3 bulan sebanyak 1000 bibit kepada warga, dengan maksud agar warga solid memilih salah satu paslon dan tidak memilih paslon lainnya
“Dalam kasus ini SR diduga melanggar pasal 187A Jo. Pasal 73 ayat (4) Undang Undang RI Nomor 10 tahun 2020 berbunyi setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung atau tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu,” beber Sugeng.
Dalam pasal tersebut tersangka SR (55) diancam penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 200 Juta dan paling banyak Rp 1 Milyar, pungkasnya. (*)