Makassar, Lintasnews5terkini.com – GAKI Sulsel (Gerakan Anti Korupsi Indonesia Sulawesi Selatan) harap Walikota Makassar Danny Pomanto tidak gunakan teror Satpol PP untuk Kuasai Tanah Warga.
Itulah aroma yang tercium dalam upaya paksa melawan hukum menduduki rumah warga berpenghuni, padahal sudah kalah di pengadilan dan sudah ada perintah eksekusi.
“Peristiwa pengerahan massa Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), untuk menghalangi eksekusi rumah warisan warga Makassar, hanya akan merusak citra pak Danny Pomanto (DP),” ujar Gajah Mada Harding, aktifis anti korupsi Makassar, GAKI Sulsel, kepada awak media Minggu, 11/Agustus/2024.
Faktanya, lokasi tanah yang berdasarkan Pelaksanaan Eksekusi Perkara Perdata No. 34EKS /2019/PN. Mks. Jo No. 232/Pdt.G/2013/PN.Mks, PUTUSAN 273 PDT/2014/PT. Mks tertanggal 15 Januari 2015 jo Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 3549/PDT/2015 Tertanggal 29 Maret 2016 terhadap objek Eksekusi di Jalan Dg. Tompo nomor 25/27 Kelurahan Maloku, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar.
“Janganlah Pemerintah Kota Makassar mengerahkan ratusan Satpol PP untuk mengamankan klaim aset, namun kalah di pengadilan, itukan hanya gaya penjajah,” ungkap Elsye Ticoalu, kuasa keluarga Tresje Ticoalu menyayangkan tindakan Wali Kota, Danny Pomanto melalukan ‘teror’ massa Sat Pol PP Makassar, Minggu, 11/8/2024.
“Sayang ya, kok Wali Kota Makassar seperti ini, inikan milik kami, tanah ini sudah ada sebelum Indonesia merdeka, bahkan sudah sertifikat sejak 1993,” tambah Elsye didampingi kuasa hukumnya di lokasi tanah jalan Daeng Tompo Nomor 27, Kelurahan Moluko, Kecamatan Ujungpandang, Kota Makassar, Minggu, 11/8/2024.
Tersisa kurang lebih dua bulan dari penyelenggaraan Pemilihan Umum Langsung Kepala Daerah (Pilkada) 2024, sikap Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto, yang akan maju sebagai bakal calon Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), dinilai kontra produktif.
“Citranya sebagai bakal calon semakin tidak baik, karena hak-hak warga yang dilindungi undang-undang dilanggar,” papar Gajah Mada. Sembari menambahkan penggunaan aparat itu harus sesuai ketentuan, tidak bisa sewenang-wenang, tambahnya.
Tim pengacara keluarga Tresje Ticoalu, Ratna Kahali, SH. meminta semua pihak patuh hukum, terutama mempertimbangkan putusan Mahkamah Agung (MA).
“Dua tahun dan sudah dua kali Wali Kota Makassar, menunjukkan sikap tidak patuh hukum, dengan menghalangi Juru Sita Pengadilan Negeri Makassar,” ujar Ratna Kahali.
Perintah pengosongan lanjut Ratna Kahali, tidak boleh dihalangi, atau wajib dilaksanakan, karena MA sudah bersidang dan memastikan bahwa putusan mereka bersifat mengikat agar semua pihak bersengketa mematuhi putusan.
“Patut dipertanyakan motif penghalangan eksekusi, oleh pak DP. Karena alasan aset Pemerintah Kota (Pemkot) sudah cacat hukum, karena didaftarkan sebagai aset setelah dua tahun turunnya putusan MA, maka tidak ada lagi dasar bagi Pemkot Makassar mengklaim sebagai aset,” urainya.
Dalam jumpa pers yang berlangsung Kamis, 8 Agustus, sore di Move Up cafe, Ratna Kahali, SH. menyebutkan telah terjadi kesewenang-wenangan terhadap klien mereka. “Menurut hemat kami penghalangan jalannya perintah eksekusi, apalagi sampai memakai Satpol PP mencederai rasa keadilan, juga menghina lembaga peradilan,” paparnya. (*)