Maros, Lintasnews5terkini.com – Warga eks Kampung Parang Boddong, Kecamatan Marusu, yang direlokasi sejak Maret 2025 lalu kini mulai resah. Pasalnya, lahan pengganti yang mereka tempati hingga saat ini belum memiliki sertifikat hak milik seperti yang dijanjikan oleh pihak PT Maccon Generasi Mandiri saat penandatanganan akta jual beli.
Ketua Umum Koalisi Masyarakat Pemantau Korupsi Indonesia (Kompak Indonesia), Adhitya, selaku pendamping warga mengatakan keresahan tersebut muncul karena banyak janji perusahaan yang tak kunjung dipenuhi. “Pihak PT Maccon terlalu banyak menjanjikan fasilitas yang sampai sekarang belum ada yang direalisasikan. Sertifikat hak milik warga juga sudah molor empat bulan dari kesepakatan awal,” ujarnya saat ditemui di Warkop 51 Daya, Senin (1/9/2025).
Adhitya menjelaskan, sebelum penandatanganan akta jual beli, pihak perusahaan berjanji akan menyediakan sejumlah fasilitas, mulai dari lampu jalan, pagar keliling perumahan, hingga timbunan jika ada yang membutuhkan. “Namun sampai saat ini, semua itu belum bisa dibuktikan,” tambahnya.
Kepala Desa Pabentengan, Jafar, yang hadir saat penandatanganan akta jual beli sempat berjanji akan mengawal hingga sertifikat warga terbit. Namun kenyataannya, menurut warga, sang kepala desa tidak lagi peduli terhadap keluhan mereka. “Hal ini membuat warga sangat kecewa,” tegas Adhitya.
Selain itu, Kompak Indonesia juga mempertanyakan keabsahan lokasi relokasi di Kampung Sossoe yang ternyata berada dalam kawasan pergudangan dan industri Pattene Business Park. “Kami minta instansi terkait untuk turun langsung ke lokasi relokasi guna memastikan peruntukan lokasi tersebut sudah sesuai atau tidak,” jelasnya.
Sementara itu, upaya konfirmasi kepada Kepala Desa Pabentengan Jafar Fattah melalui WhatsApp tidak mendapatkan jawaban. Hal serupa juga terjadi saat wartawan menghubungi pihak PT Maccon Generasi Mandiri.
Adhitya menegaskan, jika dalam proses relokasi terdapat pelanggaran yang dilakukan perusahaan, Kompak Indonesia siap mengawal hingga tuntas, bahkan menempuh jalur hukum bila diperlukan. “Indikasi kejanggalan sudah terlihat sejak adanya penandatanganan akta jual beli, padahal faktanya tidak ada transaksi jual beli. Seharusnya yang dibuat adalah akta tukar-menukar,” pungkasnya.
Pewarta : Agen 01 Ad